Menakar Relevansi Pendidikan
Salah
satu fokus utama yang harus diperbaiki dalam dunia pendidikan saat ini adalah
mengenai relevansi pendidikan terhadap kebutuhan sosial masyarakat.
Permasalahan tersebut terlihat sangat jelas karena berkaitan erat dengan
pengangguran yang menjadi permasalahan turun-temurun dari pemerintahan satu ke
pemerintahan lainnya. Namun, hal ini kurang mendapat perhatian serius dari
pemerintah. Padahal pendidikan di bangku sekolah yang nonformal juga dapat memberikan
sumbangsih yang besar terhadap negara apabila aspek-aspek yang diperhatikan
dalam sekolah tersebut relevan dengan kebutuhan sosial masyarakat meskipun
dengan biaya yang cukup minim.
Menurut
data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus
sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah
ketenagakerjaan tersendiri. Selain itu, menurut data Badan Pusat Statistik
melansir jumlah pengangguran di negeri ini mencapai sekitar 8% dari jumlah
angkatan kerja dan 12,8 juta jiwa masyarakat Indonesia menganggur baik, baik
pengangguran terbuka maupun pengangguran paruh waktu. Ditambah lagi, menurut
Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Fadel Muhammad di tahun ini ada penambahan
jumlah pengangguran sekitar 1,1 juta yakni dari tamatan sekolah (perguruan
tinggi) yang belum terserap lapangan pekerjaan. Dari kedua data tersebut, kita
dapat melogikakan bahwa seharusnya jika pendidikan itu relevan terhadap
kehidupan masyarakat, tentu pengangguran tidak akan sebanyak data yang ada di
lapangan apalagi yang pengangguran adalah seorang alumni perguruan tinggi. Hal
ini juga membuktikan bahwa pentingnya relevansi tersebut.
Relevansi
yang dimaksud adalah adanya pemahaman konsep yang mengaitkan antara pelajaran
tersebut dalam kehidupan sosial masyarakat. Kemampuan kognitif, psikomotor, dan
afektif harus mendapat bagian yang sama.
Sebab tuntutan dari pendidikan bukanlah menghafal ilmu-ilmu yang
didapatkan untuk kemudian dilupakan kembali, akan tetapi untuk dipahami dan
dimanfaatkan dalam kehidupan.
Aspek-aspek
yang paling penting dari semua itu adalah relevansi terhadap nilai ketuhanan,
moral, serta kebutuhan kerja di tengah modernisasi teknologi. Aspek-aspek
inilah yang nantinya ditanamkan kepada para pelajar untuk diolah dengan
kreativitas personal mereka. Penanaman nilai tersebut juga tidak perlu dengan
membuat mata pelajaran khusus, namun disisipkan dalam mata pelajaran yang telah
ada dengan modifikasi kurikulum yang
nantinya diolah oleh pemerintah pusat atau langsung diserahkan kepada sekolah
yang terkait.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar